Jumat, 14 Januari 2011

RESUME BUKU : Keajaiban Taqwa


BAB I
Agama dan Kebutuhan Manusia

Agama merupakan lembaga yang mengatur system hubungan manusia dengan Sang Pencipta, hubungan manusia dengan sesama manusia dan hubungan manusia dengan alam semesta. Semuanya diatur dengan rapi oleh Allah SWT. Dengan system yang selalu dapat memberikan solusi bagi berbagai persoalan yang dihadapi oleh manusia dalam kehidupan ini.

Kebutuhan-kebutuhan manusia yang bersifat umum diantaranya adalah kebutuhan spiritual (spiritual needs). Inilah kebutuhan akan adanya kekuatan yang dapat melindungi keberadaan dirinya. Kebutuhan spiritual ini kemudian digunakan oleh manusia dalam berbagai aktivitas ketundukan, penyembahan dan persembahan kepada keberadaan Yang Maha Agung, yang diyakini menjadi penolong dan pelindung dirinya.
Kebutuhan spiritual ini menjadi hal pokok dan prinsip bagi setiap manusia dari zaman ke zaman. Akan tetapi, kebutuhan spiritual ini berbeda tingkat dan derajatnya  tergantung pada situasi dan kondisi manusia. Sebagaimana dalam masyarakat agraris, biasanya tingkat kebutuhan spiritualnya lebih tinggi disbanding masyarakat yang berbeda dalam lingkungan industry. Kesimpulan ini berdasarkan pada asumsi bahwa masyarakat agraris selalu menggantungkan kehidupannya pada alam, baik dan buruknya hasil pertanian sangat banyak dipengaruhi oleh alam, cuaca, hama dan berbagai situasi lain seperti hujan, angin, panas matahari dan lainnya. Karena itu, mayarakat agraris lebih tinggi kebutuhan spiritualnya.
Sedangkan dalam masyarakat industry, kebutuhan spiritual juga diperlukan. Akan tetapi, menurut penulis, bentuk pengungkapannya jauh berbeda dengan masyarakat di kawasan agraris. Dalam masyarakat industry kebutuhan spiritual menja            di hal penting untuk dipenuhi agar terhindar dai rasa tertekan, depresi dan stress.
Bahkan dalam perkembangannya, manusia mencari cara untuk memenuhi kebutuhan spiritual ini dengan berbagai kemudahan dan pemanfaatan teknologi. Seperti halnya Al-Qur’an yang dilantunkan dalam alat komunikasi seperti HP dan ayat – ayat Al-Qur’an dan Hadits yang disampaikan melalui pesan singkat (SMS).
Kenyataan ini semakin memperjelas bahwa manusia di manapun, dalam situasi apapun, selalu ingin tercukupi kebutuhan spiritualnya dengan berbagai cara. Belakangan ini, banyak pengusaha kaya, artis dan pejabat-pejabat public yang sering dipuji-puji oleh masyarakat bahkan dielu-elukan, tapi ternyata dengan hal tersebut tidak membuat seseorang menjadi tentram hatinya. Justru mereka mencari ketenangan batin dan ketentraman hatinya dengan kembali kepada jalan spiritual / agama yang selama ini mereka anggap terbelakang.
Selain kebutuhan spiritual, manusia juga mempunyai kebutuhan yang tidak kalah penting, yaitu kebutuhan biologis (biologicsl needs) yang menyangkut hasrat untuk makan, minum, tidur, hajat buang air dan hubungan seks. Kebutuhan biologis termasuk hal yang utama dalam kehidupan seseorang karena jika kebutuhan ini tidak terpenuhi maka ketidak seimbangan tubuh dan otak dan bekerja sering terganggu.
Selain kebutuhan diatas, kebutuhan lain yang juga tidak kalah pentingnya adalah kebutuhan untuk melakukan berbagai aktivitas social, bermain, bertetangga dan mengikuti berbagai kegiatan kemasyarakatan. Kebutuhan akan hal tersebut disebut juga dengan kebutuhan social (social needs).
Kebutuhan manusia sangat popular diperkenalkan dalam teorinya Abraham Maslow (1908-1970) yang secara hirarkis diuraikan ke dalam 7 kebutuhan dasar manusia yang meliputi :
  1. Kebutuhan biologis (biological needs) yang meliputi makan, minum, tempat tinggal, pakaian, seks dan istirahat.
  2. Kebutuhan keamanan (safety needs), yaitu kebutuhan yang menyangkut soal rasa aman dan bebas dari berbagai tekanan dan ancaman.
  3. Kebutuhan penghargaan (esteems needs) atau kebutuhan akan prestasi, kekuatan, kompetensi, reputasi dan status social.
  4. Kebutuhan kognitif (cognitive needs), yaitu kebutuhan untuk emahami dan kebutuhan untu mengetahui tentang berbagai hal.
  5. Kebutuhan estetik (aesthetic needs), yaitu kebutuhan untuk ketertiban, keteraturan dan keindahan.
f.        Kebutuhan aktualisasi (self-actualization needs), yaitu kebutuhan untuk mensosialisasikan dirinya di hadapan orang lain.

1.      Agama, Taqwa Dan Ketundukan
Dalam Islam, pengertian agama sebagaimana disebutkan adalah sebagai ajaran tentang kewajiban dan kepatuhan terhadap aturan, petunjuk dan perintah yang diberikan Allah kepada manusia lewat aturan-aturan-Nya, yang mengajarkan kepada orang-orang dengan pendidikan dan teladan.
Salah satu inti ajaran agama adalah anjuran dan perintah untuk tunduk kepada kekuatan Yang Maha Besar yang menciptakan manusia dan alam semesta ini. Kerundukan ini bukan ketundukan yang didasarkan atas ancaman dan interogasi, akan tetapi ketundukan atas dasar panggilan keimanan dan keyakinan yang mendalam atas keberadaan Tuhan yang layak untuk disembah dan dianut segala perintah dan larangan-Nya dengan penjelasan-penjelasan secara tertulis maupun tak tertulis, sebagaimana dalam peristiwa dan contoh-contoh perbuatan yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW.
Banyak diantara umat manusia yang mengakui agamanya dan bahkan bangga dengan agamanya, akan tetapi kehidupannya jauh dari ketundukan kepada Sang Pencipta alam semesta ini. Ini artinya ia hanya mengakui keberadaan Tuhan dan agama, akan tetapi tidak menunjukkan adanya ketundukan kepada Yang Maha Suci.
Ketundukan merupakan pola relasi antara raja dengan hamba. Ketundukan hanya berlaku bagi hamba kepada sang raja untuk mendapatkan berbagai berkah dari apa yang diinginkan. Posisi hamba tidak boleh melebihi kapasitasnya sebagai raja. Jika ada hamba yang ingin menyerupai atau bahkan ingin menggantikan kedudukan raja, maka inilah yang disebut sebagai makar dan pembangkangan, atau lebih tepat disebut sebagai kufur. Sementara, raja adalah sebagai pemegang titah, perintah dan kendali atas baik buruknya situasi.
Dalam ranah agama, ketundukan dan pembangkangan menjadi salah satu hal pokok yang diperbincangkan. Ketundukan lebih dimaknai sebagi penyerahan diri manusia kepada Yang Maha Agung (Allah SWT) dan penyerahan itu menyangkut segala sesuatu yang ada dalam kehidupan ini. Penyerahan ini merupakan wujud dari pengakuan hamba kepada Tuhan tentang keberadaan dirinya yang lemah (dhoif) dan tidak berdaya atas segala sesuatu tanpa adanya kehendak dari Tuhan. Sementara, pembangkangan dalam agama lebih dikenal sebagi bentuk pengingkaran atau kufur terhadap sesuatu yang telah ditentukan oleh Tuhan dalam berbagai hal.
Ketaqwaan dan ketundukan merupakan dimensi pokok dalam beragama. Ketaqwaan meraupakan unsure penting dalam beragama karena agama tidak akan tegak tanpa adanya ketaqwaan manusia atas aturan-aturan dan keberadaan Tuhan. Inilah ajaran utama semua agama, baik Islam, Hindu, Kristen, Konghucu dan berbagai agama lain yang ada.
2.      Dimensi Religiosity
Salah satu dimensi penting dalam beragama adalah dimensi keimanan (religiosity), bukan saja dimensi agama (religion). Belakangan ini seringkali muncul pembedaan dan pemisahan antara keimanan dengan agama. Agama sering dipandang sebagai sesuatu yang lain dari Iman.
Iman adalah dimensi yang bersifat personal dan independent, sementara agama adalah system peraturan dan norma yang tidak ada kaitannya dengan keimanan. Kecenderungan pemikiran seperti ini menjadi salah satu dinamika pergeseran pemaknaan agama dan keimanan sebagai dimensi yang berbeda-beda.
Keimanan (religiosity) tentuya bersifat lebih personal dan mendalam, dibandingkan agama (religion) yang sifatnya sangat universal. Keimanan adalah persoalan komitmen diri dalam bentuk penyerahan diri seseorang terhadap keberadaan Tuhan.
Agama setidaknya mempunyai dua fungsi sekaligus, baik fungsi sebagai system social kemasyarakatan juga sebagai system nilai yang spesifik mengatur, membina dan mengajarkan pola relasi manusia dengan Tuhan.
Kedudukan iman begitu penting karena keberadaannya dalam ranah abstrak, hati dan jiwa, sehingga keberadaannya tidak bisa serta merta dikatakan sebagai iman yang sebenarnya. Karena, hanya dirinyalah yang mengetahui dan merasakan hal tersebut.
Sementera, taqwa menempati level tertinggi dalam beragama, karena ketaqwaan sudah mencakup dimensi Islam, iman dan ihsan. Derajad ketaqwaan merupakan penyempurnaan dari tahapan-tahapan dalam beragama.

BAB II

PONDASI DASAR KETAQWAAN

1.      Pengertian Taqwa
Taqwa berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari 4 huruf yaitu ta’, qaf, wawu dan ya. Keempat huruf ini digabung dalam satu kata taqwa yang secara terminology mempunyai makna ketakutan.
Makna ketakwaan dipahami sebagai “kendaraan ketuhanan”, yakni sebuah kesadaran tentang adanya Tuhan ang Maha Hadir dalam kehidupan kita. Kesadaran seperti itu membuat kita mengetahui dan meyakini bahwa dalam hidup ini tidak ada jalan untuk menghindar dari tuhan dan penguasaan-Nya terhadap tingkah laku kita.
Kataqwaan merupakan bentuk pengungkapan hati yang sangat dalam tentang keberadaan Tuhan. Ketaqwaan merupakan pengakuan akan diri manusia yang kerdil dan pengakuan ketakutan terhadap kebesaran sang Maha Agung. Sebab, taqwa adalah inti dari segala kebajikan sebagaimna disebutkan dalam hadits Nabi Muhammad SAW. Yang artinya, “Akar dari segala kebijaksanaan adalah rasa takut kepada Allah SWT.”.
Dengan merasakan ketakutan akan keberadan Allah SWT. Sebagai penguasa bumi dan kehidupan, maka ini akan berdampak pada tindakan seseorang dalam kehidupan, baik dalam hubungan personal, hubungan emosional, maupun hubungan kerja.
2.      Dasar-Dasar Ketaqwaan
Ketaqwaan kepada Allah SWT. Harus dilandasi atas dasar pemahaman tentang segala hal tentang keberadaan Tuhan. Adapun pemahaman dasar guna mengantarkannya kepada ketaqwaan kepada Allah SWT. Dimulai dari pemahaman-pemahaman serta tindakan-tindakan sebagai berikut :
Ø  Memahami dan mneyadari bahwa relasi antara manusia (makhluk) dengan Pencipta (Khaliq). Adalah relasi yang bersifat vertical, sebagaimana hubungan raja dengan para abdi dalem dan rakyatnya.
Ø  Membangun hubungan secara intens dengan Allah SWT. Dengan berbagai pendekatan dan cara, baik dengan cara berpikir (tafakur) tentang berbagai tanda-tanda dan ciptaan-ciptaan Allah SWT. Dalam kehidupan dunia ini, maupun dengan cara mengingat Allah SWT. Dalam setiap kesempatan dan dimanapun kita berada.
Ø  Mengamati dan memperlihatkan berbagai hal yang terjadi di sekitar kehidupan kita, baik peristiwa yang menyenangkan maupun peristiwa yang menyedihkan. Karena, dengan mengamati dan memperhatikan hal tersebut hati anda akan terlatih untuk secara bijaksana melihat berbagai kejadian.
Ø  Latihlah hati anda untuk mengambil berbagai pelajaran (ibrah) dari peristiwa yang terjadi dalam kehidupan ini, baik yang menimpa orang lain, keluarga atau menimpa diri anda sendiri.
Dasar-dasar ketaqwaan dibangun terlebih dahulu dari persepsi kita tentang relasi manusia dengan pencipta (khaliq) karena persepsi awal akan menentukan terhadap persepsi yang lebih luas, serta dapat mempengaruhi karakteristik dan dogma seseorang dalam berhubungan dengan Sang Pencipta (khaliq).
Dogma-dogma ini akan dapat dengan mudah dibangun dengan kronologi pembentukan dogma dan karakter sebagai berikut :
1.    Pembentukan persepsi dan gagasan.
2.    Menabur tindakan-tindakan yang mencerminkan nilai-nilai ketuhanan, seperti nilai-nilai keadilan, kesetaraan, cinta kasih, rahman rahim, atau kebijaksanaan.
3.    Mengembangkan karakter yang menampakkan dasar ketaqwaan seseorang akan menjadi dogma dan ajaran penting bagi seseorang dalam membangun pondasi ketaqwaan.
4.    Mengintegrasikan dogma dan ajaran tentang ketaqwaan kepada Allah SWT. guna menemukan hakikat kebenaran.
5.    Pada tahapan berikutnya, jika seseorang telah menemukan pemahaman yang benar tentang taqwa dan tindakan serta karakter diri dalam pembetukan pribadi yang bertaqwa, maka dia akan menemukan kebenaran taqwa.
Proses penemuan puncak ketaqwaan seseorang akan muncul bersamaan dengan pembelajaran atas dasar pengalaman, sebagaimana dalam proses pembelajaarn manusia.
Proses pengalaman akan lebih memudahkan seseorang sampai pada pemahaman taqwa yang sebenarnya.
3.      Sendi Utama Tegaknya Agama
Ciri pokok dalam sebuah agama diantaranya adalah adanya system penyembahan, system peribadatan dan system kepatuhan yang mengikat pada pemeluknya. Dalam Islam, shalat adalah salah satu alat komunikasi dan mediasi bagi manusia kepada Tuhannya. Bahkan, shalat menjadi salah satu sendi pokok tegaknya agama Islam. Demikian juga peribadatan yang dilakukan dalam agama slain Islam juga menjadi sendi pokok agamanya, sebab agama adalah system keyakinan yang membutuhkan ruang mediasi dan peribadatan kepada Pemilik kehidupan ini dengan berbagi cara dan aturan.


BAB III
KEMBALI KE RUMAH TUHAN

Semua agama mempunyai tempat peribadatan. Dalam Islam, tempat  peribadatan ini bermanfaat bagi pemeluknya untuk menyatakan kebesaan dan keagungan Allah SWT.
Salah satu inti dasar ajaran ketaqwaan adalah mengembalikan manusia kepada rumah Tuhan, seperti masjid dan mushola.
Keberadaan masjid dan mushola memang menjadi fenomena yang menarik. Pada awalnya, rumah Tuhan ini berfungsi untuk melakukan peribadatan kepada Tuhan, namun dalam perkembangan sejarahnya, tidak saja menjadi tempat bertemunya makhluq dengan Khaliq, akan tetapi menjadi salah satu simbolkekuatan dan kekuasaan rezim tertentu.
Rumah Tuhan atau Baitullah seharusnya adalah tempat yang netral dari berbagai aktivitas kekuasaan dan aktivitas duniawi.
Baitullah menjadi sedemikian terbatas dan tidak steril dari berbagai aktivitas kepentingan keduniaan, sehingga banyak diantara masjid itu mempunyai nama yang menunjukkan kepemilikan kelompok keagamaan tertentu.
BAB IV
SERIBU SATU JALAN MENUJU TAQWA

1.      Amalan Infiradi (Perseorangan)
Bentuk ini merupakan amalan-amalan yang bersifat infiradi (perseorangan) dalam rangka menggapai keridhaan Allah SWT, diantaranya :
a.       Tidak Membuat Keyakinan Palsu
Menghindari berbagai perbuatan membuat kesaksian palsu (shahadat ad-durr).
b.      Melakukan Taubat Nasuha
Beberapa cara dapat dilakukan sebagai bagian dari proses taubat, diantaranya sering mengucapkan kalimat istighfar yang dilakukan setiap saat, mengucapkannya secara istiqomah seusai mengerjakan shalat 5 waktu. Pada tahapan berikutnya, taubat dilakukan dengan meninggalkan segala amal perbuatan yang menimbulkan dosa bagi seseorang dengan komitmen yang kuat untuk meninggalkannya.
c.       Berdzikir Atau Mengingat Allah SWT.
Dzikir atau menyebut nama Allah SWT. Secara terus menerus dan istiqomah akan berdampak pada kesalehan seseorang karena dzikir termasuk bagian dari proses meditasi dan latihan konsentrasi sebagaimana yang dilakukan dalam senam meditasi yang sangat besar dampaknya bagi kesehatan jiwa dan raga manusia.
d.      Mengerjakan Rukun Islam Secara Benar
Mengucapkan dua kalimat syahadat, kalimat kesaksian ini sebagai kata kunci bagi keabsahan keislaman seseorang yang dilanjutkan dengan mengerjakan shalat sebagai proses peribadatan.
Puasa dilakukan dengan menahan segala keinginan nafsu kehendak akan berbagai hal.
Zakat dan haji dalam rukun Islam menjadi amalan yang melibatkan banyak orang untuk melakukannya, serta waktu dan ukurannya telah dirtentukan oleh Allah SWT.
e.       Melakukan Silaturahmi
Silaturahmi dapat mengikis terjadinya prasangka dan fitnah tentang dirinya dan orang lain, serta berdampak besar pula bagi rasa persaudaraan dan solidaritas yang kuat diantara manusia.
f.       Memberikan Sedekah
Dalam bersedekah hendaknya seseorang memberikannya dengan ikhlas hanya untuk Allah semata, dan juga dilakukan dengan tidak bermaksud menyakiti atau menghina orang yang diberi sedekah.
g.      Saling Meminta Dan Memberi Nasihat
Meminta nasihat dapat berfungsi sebagai cara membuka rasa persaudaraan dan saling mengisi diantara sesama manusia. Seseorang yang mau membuka diri meminta nasihat dari orang lain akan lebih mudah menentukan langkah-langkah yang baik dalam kehidupan ini, karena ia mempunyai berbagai pertimbangan dan referensi dalam menentukan segala permasalahan.
2.      Amalan Berjamaah ( Bersama-Sama )
Perbuatan yang dilakukan secara berjamaah lebih baik daripada perbuatan yang dilakukan secara perseorangan. Amalan-amalan yang termasuk dalam kategori amalan yang harus dilakukan secara ijma’I antara lain :
a.       Shalat Berjamaah
Shalat adalah ibadah utama dalam Islam karena merupakan hubungan secara langsung manusia dengan Allah SWT. Amalan-amalan sebaiknya dilakukan secara berjamaah untuk mencapai kesempurnaan shalat.
b.      Berjamaah Dalam Pengambilan Keputusan
Dalam musyawarah, keputusan yang diambil dapat dipertanggungjawabkan secara bersama dan menghindari sikap saling menyalahkan atau menuduh jika keputusan itu mendatangkan resiko.
c.       Dakwah Jamaah
Dakwah adalah mengajak manusia kepada kebaikan dan amal shaleh. Dakwah jamaah ini dapat dilakukan ketika waktu santai setelah berbagai kesibukan dan pekerjaan telah diselesaikan di pagi dan siang hari.
BAB V
KEDUDUKAN TAQWA BAGI MANUSIA

1.      Kedudukan Taqwa
Ketaqwaan menduduki posisi yang sangat penting bagi manusia diantara manusia yang lain. Demikian juga kemuliaan seseorang juga tidak tergantung dari sedikit banyaknya harta benda yang dimilikinya, pangkat, dan jabatan yang ia duduki, memberikan ketaqwaan yang menjadi ukuran utama kemuliaan seseorang.
2.      Sifat-Sifat Orang Bertaqwa
Manusia yang bertaqwa mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :
a.       Menjaga Kehormatan
Menjaga kehormatan berarti menjaga diri dari berbagai perbuatan yang dapat membuat seseorang terbebas dari tindakan hina, dan terhindar dari sifat-sifat yang melekat pada binatang.
b.      Qona’ah
Merupakan salah satu sifat yang melekat pada seseorang yang bertaqwa. Manivestasi dari qona’ah ini terletak pada kecerdasan menyikapi dan mengatur segala pemberian Allah SWT. Serta mensyukurinya, sehingga pemberian itu menjadi semakin besar nilainya.
c.       Tidak Mengejar Dunia
Bagi orang-orang yang bertaqwa, harta, tahta, wanita, anak-anak dan segala hal yang dinilainya tidak lain adalah sebagai kehidupan yang kelak akan dimintai pertanggungjawabannya. Orang yang bertaqwa tentunya akan menggunakan kehidupan dunia ini sebagai ladang akhirat yang dapat digunakan sebagai ladang persemaian amal-amal sholeh yang kelak di akhirat akan ia panen.
d.      Tenang Hatinya Ketika Dibacakan Ayat Suci Al-Qur’an
Pada saat mendengarkan ayat yang berisi tentang berita kebahagiaan, orang yang beriman wajahnya berseri-seri dan merasakan kebahagiaan dan merindukan kebahagiaan akhirat.
Pada sisi lain, ketika ia mendengarkan ayat-ayat yang berisi berita tentang siksa akhirat, kepedihan dan ancaman, maka ia merasakan ketakutan yang luar biasa.
e.       Hatinya Selalu Berduka
Orang yang bertaqwa hatinya akan selalu merasakan duka yang mendalam karena ia sangat merindukan kampung akhirat. Demikian juga ia merasakan kesedihan yang mendalam terhadap apa yang terjadi dalam kehidupan dunia ini. Ia senantiasa berusaha menghindari segala perbuatan yang menjadikan seseorang jauh dari Tuhannya. Bahkan, orang-orang yang bertaqwa tidak mengumbar kebahagiaan dengan tertawa dan bergurau secara berlebihan.
f.       Mengencangkan Ikat Pinggang
Hal ini dilakukan karena orang yang bertaqwa menganggap kehidupan dunia sebagai sarana untuk menggapai kehidupan akhirat, bahkan untuk pemuasan nafsu dan keinginan di dunia.
Orang-orang yang bertaqwa mengencangkan ikat pinggangnya karena ia membatasi perutnya dengan makanan-makanan yang tidak halal.
g.      Malam Beribadah Dan Siang Bekerja
Ketika malam, orang-orang yang bertaqwa menggunakan waktunya sebagai waktu yang istimewa untuk melakukan ibadah kepada Allah SWT. Seperti shalat malam, membaca Al-Qur’an dan memohon pengampunan kepada Allah SWT.
Sementara itu, pada siang hari mereka bekerja keras sebagaimana manusia pada umumnya. Ia bekerja keras mencari nafkah sebagai bagian dari tanggung jawab terhadap amanah yang diberikan untuk mengelola bumi dan kehidupan serta untuk memberikan kesejahteraan bagi keluarganya.
h.      Takut Kepada Allah SWT.
Ketakutan akan keberadaan allah SWT. Ini diwajibkan dalam tingkah laku untuk menghindari atau bahkan menolak sama sekali perbuatan-perbuatan yang membuat Allah SWT. murka.
Sifat ketakutan terhadap Allah SWT. Ini kemudian melahirkan sikap yang baik kepada sesama manusia sebagai bagian dari perilakunya agar Allah SWT. tidak murka kepadanya.
i.        Tidak Puas Dengan Sedikit Kebaikan
Salah satu sifat orang yang bertaqwa adalah mereka tidak puas dengan kebaikan yang hanya sedikit. Sebaliknya, seorang yang bertaqwa akan selalu menambah dan meningkatkan kebaikan-kebaikan itu dengan memperbanyak amal shaleh.
3.      Ciri-Ciri Orang Bertaqwa
Diantara ciri-ciri orang-orang yang bertaqwa adalah :
a.       Rindu Kampung Akhirat
Orang yang bertaqwa sangat merindukan keberadaan kampung akhirat. Sebab, kampung akhirat akan menjadi tempat tinggalnya yang abadi dan penuh dengan kebahagiaan.
Sementara, dunia adalah penjara bagi kaum yang bertaqwa karena setiap gerak-gerik kehidupan ini tidak lain adalah ranjau-ranjau yang dapat menjerumuskan dan mematikan manusia yang bertaqwa.
b.      Haus Akan Ilmu
Ilmu pengetahuan dan agama bagi orang yang bertaqwa menjadi lentera guna menerangi kehidupan di alam kubur dan kegelapan di dunia. Maka, orang bertaqwa mempunyai pemikiran bahwa ilmu pengetahuan diciptakan oleh Allah SWT. Untuk penyempurnaan ibadah dan sekaligus sebagai lentera kehidupan, sehingga ilmu pengetahuan yang didapat sudah semestinya dipergunakan sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah SWT.
c.       Bekerja Keras Untuk Kepentingan Dunia Akhirat
Bekerja keras menjadi tuntutan utama dalam Islam. Demikian juga orientasi bekerja harus di tekankan untuk tujuan kedua hal tersebut, dunia dan akhirat. Islam sangat menghargai produktivitas dalam bekerja, akan tetapi Islam juga sangat menekankan bahwa tujuan penciptaan manusia diatas bumi tidak lain justru untuk menguji kualitas kerja manusia.


BAB I
Agama dan Kebutuhan Manusia

Agama merupakan lembaga yang mengatur system hubungan manusia dengan Sang Pencipta, hubungan manusia dengan sesama manusia dan hubungan manusia dengan alam semesta. Semuanya diatur dengan rapi oleh Allah SWT. Dengan system yang selalu dapat memberikan solusi bagi berbagai persoalan yang dihadapi oleh manusia dalam kehidupan ini.
Kebutuhan-kebutuhan manusia yang bersifat umum diantaranya adalah kebutuhan spiritual (spiritual needs). Inilah kebutuhan akan adanya kekuatan yang dapat melindungi keberadaan dirinya. Kebutuhan spiritual ini kemudian digunakan oleh manusia dalam berbagai aktivitas ketundukan, penyembahan dan persembahan kepada keberadaan Yang Maha Agung, yang diyakini menjadi penolong dan pelindung dirinya.
Kebutuhan spiritual ini menjadi hal pokok dan prinsip bagi setiap manusia dari zaman ke zaman. Akan tetapi, kebutuhan spiritual ini berbeda tingkat dan derajatnya  tergantung pada situasi dan kondisi manusia. Sebagaimana dalam masyarakat agraris, biasanya tingkat kebutuhan spiritualnya lebih tinggi disbanding masyarakat yang berbeda dalam lingkungan industry. Kesimpulan ini berdasarkan pada asumsi bahwa masyarakat agraris selalu menggantungkan kehidupannya pada alam, baik dan buruknya hasil pertanian sangat banyak dipengaruhi oleh alam, cuaca, hama dan berbagai situasi lain seperti hujan, angin, panas matahari dan lainnya. Karena itu, mayarakat agraris lebih tinggi kebutuhan spiritualnya.
Sedangkan dalam masyarakat industry, kebutuhan spiritual juga diperlukan. Akan tetapi, menurut penulis, bentuk pengungkapannya jauh berbeda dengan masyarakat di kawasan agraris. Dalam masyarakat industry kebutuhan spiritual menja            di hal penting untuk dipenuhi agar terhindar dai rasa tertekan, depresi dan stress.
Bahkan dalam perkembangannya, manusia mencari cara untuk memenuhi kebutuhan spiritual ini dengan berbagai kemudahan dan pemanfaatan teknologi. Seperti halnya Al-Qur’an yang dilantunkan dalam alat komunikasi seperti HP dan ayat – ayat Al-Qur’an dan Hadits yang disampaikan melalui pesan singkat (SMS).
Kenyataan ini semakin memperjelas bahwa manusia di manapun, dalam situasi apapun, selalu ingin tercukupi kebutuhan spiritualnya dengan berbagai cara. Belakangan ini, banyak pengusaha kaya, artis dan pejabat-pejabat public yang sering dipuji-puji oleh masyarakat bahkan dielu-elukan, tapi ternyata dengan hal tersebut tidak membuat seseorang menjadi tentram hatinya. Justru mereka mencari ketenangan batin dan ketentraman hatinya dengan kembali kepada jalan spiritual / agama yang selama ini mereka anggap terbelakang.
Selain kebutuhan spiritual, manusia juga mempunyai kebutuhan yang tidak kalah penting, yaitu kebutuhan biologis (biologicsl needs) yang menyangkut hasrat untuk makan, minum, tidur, hajat buang air dan hubungan seks. Kebutuhan biologis termasuk hal yang utama dalam kehidupan seseorang karena jika kebutuhan ini tidak terpenuhi maka ketidak seimbangan tubuh dan otak dan bekerja sering terganggu.
Selain kebutuhan diatas, kebutuhan lain yang juga tidak kalah pentingnya adalah kebutuhan untuk melakukan berbagai aktivitas social, bermain, bertetangga dan mengikuti berbagai kegiatan kemasyarakatan. Kebutuhan akan hal tersebut disebut juga dengan kebutuhan social (social needs).
Kebutuhan manusia sangat popular diperkenalkan dalam teorinya Abraham Maslow (1908-1970) yang secara hirarkis diuraikan ke dalam 7 kebutuhan dasar manusia yang meliputi :
  1. Kebutuhan biologis (biological needs) yang meliputi makan, minum, tempat tinggal, pakaian, seks dan istirahat.
  2. Kebutuhan keamanan (safety needs), yaitu kebutuhan yang menyangkut soal rasa aman dan bebas dari berbagai tekanan dan ancaman.
  3. Kebutuhan penghargaan (esteems needs) atau kebutuhan akan prestasi, kekuatan, kompetensi, reputasi dan status social.
  4. Kebutuhan kognitif (cognitive needs), yaitu kebutuhan untuk emahami dan kebutuhan untu mengetahui tentang berbagai hal.
  5. Kebutuhan estetik (aesthetic needs), yaitu kebutuhan untuk ketertiban, keteraturan dan keindahan.
f.        Kebutuhan aktualisasi (self-actualization needs), yaitu kebutuhan untuk mensosialisasikan dirinya di hadapan orang lain.

1.      Agama, Taqwa Dan Ketundukan
Dalam Islam, pengertian agama sebagaimana disebutkan adalah sebagai ajaran tentang kewajiban dan kepatuhan terhadap aturan, petunjuk dan perintah yang diberikan Allah kepada manusia lewat aturan-aturan-Nya, yang mengajarkan kepada orang-orang dengan pendidikan dan teladan.
Salah satu inti ajaran agama adalah anjuran dan perintah untuk tunduk kepada kekuatan Yang Maha Besar yang menciptakan manusia dan alam semesta ini. Kerundukan ini bukan ketundukan yang didasarkan atas ancaman dan interogasi, akan tetapi ketundukan atas dasar panggilan keimanan dan keyakinan yang mendalam atas keberadaan Tuhan yang layak untuk disembah dan dianut segala perintah dan larangan-Nya dengan penjelasan-penjelasan secara tertulis maupun tak tertulis, sebagaimana dalam peristiwa dan contoh-contoh perbuatan yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW.
Banyak diantara umat manusia yang mengakui agamanya dan bahkan bangga dengan agamanya, akan tetapi kehidupannya jauh dari ketundukan kepada Sang Pencipta alam semesta ini. Ini artinya ia hanya mengakui keberadaan Tuhan dan agama, akan tetapi tidak menunjukkan adanya ketundukan kepada Yang Maha Suci.
Ketundukan merupakan pola relasi antara raja dengan hamba. Ketundukan hanya berlaku bagi hamba kepada sang raja untuk mendapatkan berbagai berkah dari apa yang diinginkan. Posisi hamba tidak boleh melebihi kapasitasnya sebagai raja. Jika ada hamba yang ingin menyerupai atau bahkan ingin menggantikan kedudukan raja, maka inilah yang disebut sebagai makar dan pembangkangan, atau lebih tepat disebut sebagai kufur. Sementara, raja adalah sebagai pemegang titah, perintah dan kendali atas baik buruknya situasi.
Dalam ranah agama, ketundukan dan pembangkangan menjadi salah satu hal pokok yang diperbincangkan. Ketundukan lebih dimaknai sebagi penyerahan diri manusia kepada Yang Maha Agung (Allah SWT) dan penyerahan itu menyangkut segala sesuatu yang ada dalam kehidupan ini. Penyerahan ini merupakan wujud dari pengakuan hamba kepada Tuhan tentang keberadaan dirinya yang lemah (dhoif) dan tidak berdaya atas segala sesuatu tanpa adanya kehendak dari Tuhan. Sementara, pembangkangan dalam agama lebih dikenal sebagi bentuk pengingkaran atau kufur terhadap sesuatu yang telah ditentukan oleh Tuhan dalam berbagai hal.
Ketaqwaan dan ketundukan merupakan dimensi pokok dalam beragama. Ketaqwaan meraupakan unsure penting dalam beragama karena agama tidak akan tegak tanpa adanya ketaqwaan manusia atas aturan-aturan dan keberadaan Tuhan. Inilah ajaran utama semua agama, baik Islam, Hindu, Kristen, Konghucu dan berbagai agama lain yang ada.
2.      Dimensi Religiosity
Salah satu dimensi penting dalam beragama adalah dimensi keimanan (religiosity), bukan saja dimensi agama (religion). Belakangan ini seringkali muncul pembedaan dan pemisahan antara keimanan dengan agama. Agama sering dipandang sebagai sesuatu yang lain dari Iman.
Iman adalah dimensi yang bersifat personal dan independent, sementara agama adalah system peraturan dan norma yang tidak ada kaitannya dengan keimanan. Kecenderungan pemikiran seperti ini menjadi salah satu dinamika pergeseran pemaknaan agama dan keimanan sebagai dimensi yang berbeda-beda.
Keimanan (religiosity) tentuya bersifat lebih personal dan mendalam, dibandingkan agama (religion) yang sifatnya sangat universal. Keimanan adalah persoalan komitmen diri dalam bentuk penyerahan diri seseorang terhadap keberadaan Tuhan.
Agama setidaknya mempunyai dua fungsi sekaligus, baik fungsi sebagai system social kemasyarakatan juga sebagai system nilai yang spesifik mengatur, membina dan mengajarkan pola relasi manusia dengan Tuhan.
Kedudukan iman begitu penting karena keberadaannya dalam ranah abstrak, hati dan jiwa, sehingga keberadaannya tidak bisa serta merta dikatakan sebagai iman yang sebenarnya. Karena, hanya dirinyalah yang mengetahui dan merasakan hal tersebut.
Sementera, taqwa menempati level tertinggi dalam beragama, karena ketaqwaan sudah mencakup dimensi Islam, iman dan ihsan. Derajad ketaqwaan merupakan penyempurnaan dari tahapan-tahapan dalam beragama.

BAB II

PONDASI DASAR KETAQWAAN

1.      Pengertian Taqwa
Taqwa berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari 4 huruf yaitu ta’, qaf, wawu dan ya. Keempat huruf ini digabung dalam satu kata taqwa yang secara terminology mempunyai makna ketakutan.
Makna ketakwaan dipahami sebagai “kendaraan ketuhanan”, yakni sebuah kesadaran tentang adanya Tuhan ang Maha Hadir dalam kehidupan kita. Kesadaran seperti itu membuat kita mengetahui dan meyakini bahwa dalam hidup ini tidak ada jalan untuk menghindar dari tuhan dan penguasaan-Nya terhadap tingkah laku kita.
Kataqwaan merupakan bentuk pengungkapan hati yang sangat dalam tentang keberadaan Tuhan. Ketaqwaan merupakan pengakuan akan diri manusia yang kerdil dan pengakuan ketakutan terhadap kebesaran sang Maha Agung. Sebab, taqwa adalah inti dari segala kebajikan sebagaimna disebutkan dalam hadits Nabi Muhammad SAW. Yang artinya, “Akar dari segala kebijaksanaan adalah rasa takut kepada Allah SWT.”.
Dengan merasakan ketakutan akan keberadan Allah SWT. Sebagai penguasa bumi dan kehidupan, maka ini akan berdampak pada tindakan seseorang dalam kehidupan, baik dalam hubungan personal, hubungan emosional, maupun hubungan kerja.
2.      Dasar-Dasar Ketaqwaan
Ketaqwaan kepada Allah SWT. Harus dilandasi atas dasar pemahaman tentang segala hal tentang keberadaan Tuhan. Adapun pemahaman dasar guna mengantarkannya kepada ketaqwaan kepada Allah SWT. Dimulai dari pemahaman-pemahaman serta tindakan-tindakan sebagai berikut :
Ø  Memahami dan mneyadari bahwa relasi antara manusia (makhluk) dengan Pencipta (Khaliq). Adalah relasi yang bersifat vertical, sebagaimana hubungan raja dengan para abdi dalem dan rakyatnya.
Ø  Membangun hubungan secara intens dengan Allah SWT. Dengan berbagai pendekatan dan cara, baik dengan cara berpikir (tafakur) tentang berbagai tanda-tanda dan ciptaan-ciptaan Allah SWT. Dalam kehidupan dunia ini, maupun dengan cara mengingat Allah SWT. Dalam setiap kesempatan dan dimanapun kita berada.
Ø  Mengamati dan memperlihatkan berbagai hal yang terjadi di sekitar kehidupan kita, baik peristiwa yang menyenangkan maupun peristiwa yang menyedihkan. Karena, dengan mengamati dan memperhatikan hal tersebut hati anda akan terlatih untuk secara bijaksana melihat berbagai kejadian.
Ø  Latihlah hati anda untuk mengambil berbagai pelajaran (ibrah) dari peristiwa yang terjadi dalam kehidupan ini, baik yang menimpa orang lain, keluarga atau menimpa diri anda sendiri.
Dasar-dasar ketaqwaan dibangun terlebih dahulu dari persepsi kita tentang relasi manusia dengan pencipta (khaliq) karena persepsi awal akan menentukan terhadap persepsi yang lebih luas, serta dapat mempengaruhi karakteristik dan dogma seseorang dalam berhubungan dengan Sang Pencipta (khaliq).
Dogma-dogma ini akan dapat dengan mudah dibangun dengan kronologi pembentukan dogma dan karakter sebagai berikut :
1.    Pembentukan persepsi dan gagasan.
2.    Menabur tindakan-tindakan yang mencerminkan nilai-nilai ketuhanan, seperti nilai-nilai keadilan, kesetaraan, cinta kasih, rahman rahim, atau kebijaksanaan.
3.    Mengembangkan karakter yang menampakkan dasar ketaqwaan seseorang akan menjadi dogma dan ajaran penting bagi seseorang dalam membangun pondasi ketaqwaan.
4.    Mengintegrasikan dogma dan ajaran tentang ketaqwaan kepada Allah SWT. guna menemukan hakikat kebenaran.
5.    Pada tahapan berikutnya, jika seseorang telah menemukan pemahaman yang benar tentang taqwa dan tindakan serta karakter diri dalam pembetukan pribadi yang bertaqwa, maka dia akan menemukan kebenaran taqwa.
Proses penemuan puncak ketaqwaan seseorang akan muncul bersamaan dengan pembelajaran atas dasar pengalaman, sebagaimana dalam proses pembelajaarn manusia.
Proses pengalaman akan lebih memudahkan seseorang sampai pada pemahaman taqwa yang sebenarnya.
3.      Sendi Utama Tegaknya Agama
Ciri pokok dalam sebuah agama diantaranya adalah adanya system penyembahan, system peribadatan dan system kepatuhan yang mengikat pada pemeluknya. Dalam Islam, shalat adalah salah satu alat komunikasi dan mediasi bagi manusia kepada Tuhannya. Bahkan, shalat menjadi salah satu sendi pokok tegaknya agama Islam. Demikian juga peribadatan yang dilakukan dalam agama slain Islam juga menjadi sendi pokok agamanya, sebab agama adalah system keyakinan yang membutuhkan ruang mediasi dan peribadatan kepada Pemilik kehidupan ini dengan berbagi cara dan aturan.


BAB III
KEMBALI KE RUMAH TUHAN

Semua agama mempunyai tempat peribadatan. Dalam Islam, tempat  peribadatan ini bermanfaat bagi pemeluknya untuk menyatakan kebesaan dan keagungan Allah SWT.
Salah satu inti dasar ajaran ketaqwaan adalah mengembalikan manusia kepada rumah Tuhan, seperti masjid dan mushola.
Keberadaan masjid dan mushola memang menjadi fenomena yang menarik. Pada awalnya, rumah Tuhan ini berfungsi untuk melakukan peribadatan kepada Tuhan, namun dalam perkembangan sejarahnya, tidak saja menjadi tempat bertemunya makhluq dengan Khaliq, akan tetapi menjadi salah satu simbolkekuatan dan kekuasaan rezim tertentu.
Rumah Tuhan atau Baitullah seharusnya adalah tempat yang netral dari berbagai aktivitas kekuasaan dan aktivitas duniawi.
Baitullah menjadi sedemikian terbatas dan tidak steril dari berbagai aktivitas kepentingan keduniaan, sehingga banyak diantara masjid itu mempunyai nama yang menunjukkan kepemilikan kelompok keagamaan tertentu.
BAB IV
SERIBU SATU JALAN MENUJU TAQWA

1.      Amalan Infiradi (Perseorangan)
Bentuk ini merupakan amalan-amalan yang bersifat infiradi (perseorangan) dalam rangka menggapai keridhaan Allah SWT, diantaranya :
a.       Tidak Membuat Keyakinan Palsu
Menghindari berbagai perbuatan membuat kesaksian palsu (shahadat ad-durr).
b.      Melakukan Taubat Nasuha
Beberapa cara dapat dilakukan sebagai bagian dari proses taubat, diantaranya sering mengucapkan kalimat istighfar yang dilakukan setiap saat, mengucapkannya secara istiqomah seusai mengerjakan shalat 5 waktu. Pada tahapan berikutnya, taubat dilakukan dengan meninggalkan segala amal perbuatan yang menimbulkan dosa bagi seseorang dengan komitmen yang kuat untuk meninggalkannya.
c.       Berdzikir Atau Mengingat Allah SWT.
Dzikir atau menyebut nama Allah SWT. Secara terus menerus dan istiqomah akan berdampak pada kesalehan seseorang karena dzikir termasuk bagian dari proses meditasi dan latihan konsentrasi sebagaimana yang dilakukan dalam senam meditasi yang sangat besar dampaknya bagi kesehatan jiwa dan raga manusia.
d.      Mengerjakan Rukun Islam Secara Benar
Mengucapkan dua kalimat syahadat, kalimat kesaksian ini sebagai kata kunci bagi keabsahan keislaman seseorang yang dilanjutkan dengan mengerjakan shalat sebagai proses peribadatan.
Puasa dilakukan dengan menahan segala keinginan nafsu kehendak akan berbagai hal.
Zakat dan haji dalam rukun Islam menjadi amalan yang melibatkan banyak orang untuk melakukannya, serta waktu dan ukurannya telah dirtentukan oleh Allah SWT.
e.       Melakukan Silaturahmi
Silaturahmi dapat mengikis terjadinya prasangka dan fitnah tentang dirinya dan orang lain, serta berdampak besar pula bagi rasa persaudaraan dan solidaritas yang kuat diantara manusia.
f.       Memberikan Sedekah
Dalam bersedekah hendaknya seseorang memberikannya dengan ikhlas hanya untuk Allah semata, dan juga dilakukan dengan tidak bermaksud menyakiti atau menghina orang yang diberi sedekah.
g.      Saling Meminta Dan Memberi Nasihat
Meminta nasihat dapat berfungsi sebagai cara membuka rasa persaudaraan dan saling mengisi diantara sesama manusia. Seseorang yang mau membuka diri meminta nasihat dari orang lain akan lebih mudah menentukan langkah-langkah yang baik dalam kehidupan ini, karena ia mempunyai berbagai pertimbangan dan referensi dalam menentukan segala permasalahan.
2.      Amalan Berjamaah ( Bersama-Sama )
Perbuatan yang dilakukan secara berjamaah lebih baik daripada perbuatan yang dilakukan secara perseorangan. Amalan-amalan yang termasuk dalam kategori amalan yang harus dilakukan secara ijma’I antara lain :
a.       Shalat Berjamaah
Shalat adalah ibadah utama dalam Islam karena merupakan hubungan secara langsung manusia dengan Allah SWT. Amalan-amalan sebaiknya dilakukan secara berjamaah untuk mencapai kesempurnaan shalat.
b.      Berjamaah Dalam Pengambilan Keputusan
Dalam musyawarah, keputusan yang diambil dapat dipertanggungjawabkan secara bersama dan menghindari sikap saling menyalahkan atau menuduh jika keputusan itu mendatangkan resiko.
c.       Dakwah Jamaah
Dakwah adalah mengajak manusia kepada kebaikan dan amal shaleh. Dakwah jamaah ini dapat dilakukan ketika waktu santai setelah berbagai kesibukan dan pekerjaan telah diselesaikan di pagi dan siang hari.
BAB V
KEDUDUKAN TAQWA BAGI MANUSIA

1.      Kedudukan Taqwa
Ketaqwaan menduduki posisi yang sangat penting bagi manusia diantara manusia yang lain. Demikian juga kemuliaan seseorang juga tidak tergantung dari sedikit banyaknya harta benda yang dimilikinya, pangkat, dan jabatan yang ia duduki, memberikan ketaqwaan yang menjadi ukuran utama kemuliaan seseorang.
2.      Sifat-Sifat Orang Bertaqwa
Manusia yang bertaqwa mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :
a.       Menjaga Kehormatan
Menjaga kehormatan berarti menjaga diri dari berbagai perbuatan yang dapat membuat seseorang terbebas dari tindakan hina, dan terhindar dari sifat-sifat yang melekat pada binatang.
b.      Qona’ah
Merupakan salah satu sifat yang melekat pada seseorang yang bertaqwa. Manivestasi dari qona’ah ini terletak pada kecerdasan menyikapi dan mengatur segala pemberian Allah SWT. Serta mensyukurinya, sehingga pemberian itu menjadi semakin besar nilainya.
c.       Tidak Mengejar Dunia
Bagi orang-orang yang bertaqwa, harta, tahta, wanita, anak-anak dan segala hal yang dinilainya tidak lain adalah sebagai kehidupan yang kelak akan dimintai pertanggungjawabannya. Orang yang bertaqwa tentunya akan menggunakan kehidupan dunia ini sebagai ladang akhirat yang dapat digunakan sebagai ladang persemaian amal-amal sholeh yang kelak di akhirat akan ia panen.
d.      Tenang Hatinya Ketika Dibacakan Ayat Suci Al-Qur’an
Pada saat mendengarkan ayat yang berisi tentang berita kebahagiaan, orang yang beriman wajahnya berseri-seri dan merasakan kebahagiaan dan merindukan kebahagiaan akhirat.
Pada sisi lain, ketika ia mendengarkan ayat-ayat yang berisi berita tentang siksa akhirat, kepedihan dan ancaman, maka ia merasakan ketakutan yang luar biasa.
e.       Hatinya Selalu Berduka
Orang yang bertaqwa hatinya akan selalu merasakan duka yang mendalam karena ia sangat merindukan kampung akhirat. Demikian juga ia merasakan kesedihan yang mendalam terhadap apa yang terjadi dalam kehidupan dunia ini. Ia senantiasa berusaha menghindari segala perbuatan yang menjadikan seseorang jauh dari Tuhannya. Bahkan, orang-orang yang bertaqwa tidak mengumbar kebahagiaan dengan tertawa dan bergurau secara berlebihan.
f.       Mengencangkan Ikat Pinggang
Hal ini dilakukan karena orang yang bertaqwa menganggap kehidupan dunia sebagai sarana untuk menggapai kehidupan akhirat, bahkan untuk pemuasan nafsu dan keinginan di dunia.
Orang-orang yang bertaqwa mengencangkan ikat pinggangnya karena ia membatasi perutnya dengan makanan-makanan yang tidak halal.
g.      Malam Beribadah Dan Siang Bekerja
Ketika malam, orang-orang yang bertaqwa menggunakan waktunya sebagai waktu yang istimewa untuk melakukan ibadah kepada Allah SWT. Seperti shalat malam, membaca Al-Qur’an dan memohon pengampunan kepada Allah SWT.
Sementara itu, pada siang hari mereka bekerja keras sebagaimana manusia pada umumnya. Ia bekerja keras mencari nafkah sebagai bagian dari tanggung jawab terhadap amanah yang diberikan untuk mengelola bumi dan kehidupan serta untuk memberikan kesejahteraan bagi keluarganya.
h.      Takut Kepada Allah SWT.
Ketakutan akan keberadaan allah SWT. Ini diwajibkan dalam tingkah laku untuk menghindari atau bahkan menolak sama sekali perbuatan-perbuatan yang membuat Allah SWT. murka.
Sifat ketakutan terhadap Allah SWT. Ini kemudian melahirkan sikap yang baik kepada sesama manusia sebagai bagian dari perilakunya agar Allah SWT. tidak murka kepadanya.
i.        Tidak Puas Dengan Sedikit Kebaikan
Salah satu sifat orang yang bertaqwa adalah mereka tidak puas dengan kebaikan yang hanya sedikit. Sebaliknya, seorang yang bertaqwa akan selalu menambah dan meningkatkan kebaikan-kebaikan itu dengan memperbanyak amal shaleh.
3.      Ciri-Ciri Orang Bertaqwa
Diantara ciri-ciri orang-orang yang bertaqwa adalah :
a.       Rindu Kampung Akhirat
Orang yang bertaqwa sangat merindukan keberadaan kampung akhirat. Sebab, kampung akhirat akan menjadi tempat tinggalnya yang abadi dan penuh dengan kebahagiaan.
Sementara, dunia adalah penjara bagi kaum yang bertaqwa karena setiap gerak-gerik kehidupan ini tidak lain adalah ranjau-ranjau yang dapat menjerumuskan dan mematikan manusia yang bertaqwa.
b.      Haus Akan Ilmu
Ilmu pengetahuan dan agama bagi orang yang bertaqwa menjadi lentera guna menerangi kehidupan di alam kubur dan kegelapan di dunia. Maka, orang bertaqwa mempunyai pemikiran bahwa ilmu pengetahuan diciptakan oleh Allah SWT. Untuk penyempurnaan ibadah dan sekaligus sebagai lentera kehidupan, sehingga ilmu pengetahuan yang didapat sudah semestinya dipergunakan sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah SWT.
c.       Bekerja Keras Untuk Kepentingan Dunia Akhirat
Bekerja keras menjadi tuntutan utama dalam Islam. Demikian juga orientasi bekerja harus di tekankan untuk tujuan kedua hal tersebut, dunia dan akhirat. Islam sangat menghargai produktivitas dalam bekerja, akan tetapi Islam juga sangat menekankan bahwa tujuan penciptaan manusia diatas bumi tidak lain justru untuk menguji kualitas kerja manusia.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar